Kamis, 01 Juli 2010
“Om, Kini Aku Hamil”
SIANG itu, Melati (nama samaran) sedang menonton acara Jelang Siang yang ditayangkan Transtv. Di saat asyik menonton acara Jelang Siang, tanpa disadari tangan kanan Melati mengelus-ngelus perutnya yang kian membuncit. Cewek berusia 20 tahun yang kini tinggal di rumah kos-kosan di kawasan Wonokromo tersebut, memang sedang mengandung janin empat bulan. Siapa yang menghamili Melati? Inilah pengakuan Melati yang disajikan khusus untuk rubrik Pernik Kehidupan:
Aku terlahir dari keluarga miskin di sebuah desa di wilayah Kabupaten Blitar. Bapakku bekerja sebagai buruh tani, sedangkan ibuku hanyalah ibu rumah tangga biasa. Di lingkungan keluargaku, aku adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Kedua adikku masih sekolah semua.
Awal ceritaku, setelah lulus SMA tahun 2009 lalu, sebenarnya aku ingin bekerja menjadi TKI (Tenaga Kerja Indonesia) ke Hongkong. Karena kedua orangtuaku tidak mengijinkan, akhirnya aku memilih mencari pekerjaan ke Kota Surabaya. Harapanku saat itu, kalau aku mendapat pekerjaan, tentunya beban kedua orangtuaku tidak berat. Dari hasilku bekerja, bisa membantu menyekolahkan kedua adikku.
Nah, secara kebetulan, Ika, temanku semasa SMP mengajakku bekerja ke Kota Surabaya. Setelah orangtuaku menginjinkan, akupun berangkat dengan Ika ke Kota Surabaya. Tiba di Surabaya, aku dan Ika ditampung di kediaman saudara Ika di kawasan Bratang. Selama sebulan ditampung di rumah saudaranya Ika, akhirnya aku mendapat pekerjaan sebagai SPG (sales promotion girl) sebuah produk kecantikan. Sementara, Ika diterima bekerja di sebuah restoran.
Dua bulan aku bekerja menjadi SPG lancar-lancar saja. Dan Alhamdulillah, mendapatanku lumayan besar ketimbang teman-teman SPG yang lainnya. Mungkin karena aku cantik, genit, dan pandai menawarkan produk, sehingga banyak peminat yang memilih produk yang aku tawarkan. Dua bulan bekerja, aku berkenalan dengan seorang lelaki berwajah tampan, namun usianya agak tua. Lelaki itu aku panggil dengan sebutan Om Daniel. Meskipun usia Om Daniel 45 tahun, tapi gaya penampilannya seperti ABG (anak baru gede). Usiaku dan usia Om Daniel terpaut 25 tahun.
Dari perkenalan itulah, aku dan Om Daniel begitu akrab. Tatkala aku sedang istirahat kerja, aku sering diajak Om Daniel makan siang. Kadang tiap malam aku diajak jalan-jalan dan dibelikan pakaian yang aku sukai. Lama-lama, Om Daniel mengajakku kencan ke sebuah hotel. Karena ia mengaku duda, aku pun percaya saja omongannya. Awalnya, aku nggak mau diajak kencan ke hotel. Nah, berhubung orangtuaku butuh biaya untuk mengobati penyakitnya, yakni tumor di kaki kirinya, akupun bersedia diajak Om Daniel ke hotel.
Di hotel itulah, Om Daniel mengoyak keperawananku. Saat itu, Om Daniel bersedia menanggung semuanya, jika kelak aku hamil. Omongan Om Daniel aku pegang teguh. Dan Om Daniel bersedia memberiku uang setiap aku memintanya. Terus terang, setiap kencan dengan Om Daniel, aku pasti meminta uang minimal Rp 500 ribu. Itupun, terkadang Om Daniel menambah sendiri Rp 200 ribu. Bagiku, uang sebesar itu lumayan untuk menambah jatah kiriman ke orangtuaku.
Ujung-ujungngnya, sekarang aku menyesal. Mengapa? Setelah aku hamil dan bicara apanya kepada Om Daniel, ternyata Om Daniel cuek. Om Daniel terkesan melempar tanggung jawab. Yang aku sesalkan, sejak aku hamil justru Om Daniel tidak pernah menampakkan batang hidungnya. Berkali-kali aku hubungi, ternyata nomor HP (handphone)-nya tidak pernah aktif lagi.
Kini, perutku yang semakin membuncit, membuat aku malu sendiri. Kemana lagi aku harus mengadukan nasibku? Dan bagaimana, jika keluargaku tahu kalau aku sedang hamil di luar nikah? Sungguh, aku sempat stres memikirkannya. Kini, setelah semuanya terjadi. aku menyesal seumur hidup. Aku tidak ingin membuang janin yang aku kandung ini. Bagaimanapun juga, dia adalah darah dagingku sendiri. Dan anak yang aku kandung ini tidak berdosa. (ssd)
Aku terlahir dari keluarga miskin di sebuah desa di wilayah Kabupaten Blitar. Bapakku bekerja sebagai buruh tani, sedangkan ibuku hanyalah ibu rumah tangga biasa. Di lingkungan keluargaku, aku adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Kedua adikku masih sekolah semua.
Awal ceritaku, setelah lulus SMA tahun 2009 lalu, sebenarnya aku ingin bekerja menjadi TKI (Tenaga Kerja Indonesia) ke Hongkong. Karena kedua orangtuaku tidak mengijinkan, akhirnya aku memilih mencari pekerjaan ke Kota Surabaya. Harapanku saat itu, kalau aku mendapat pekerjaan, tentunya beban kedua orangtuaku tidak berat. Dari hasilku bekerja, bisa membantu menyekolahkan kedua adikku.
Nah, secara kebetulan, Ika, temanku semasa SMP mengajakku bekerja ke Kota Surabaya. Setelah orangtuaku menginjinkan, akupun berangkat dengan Ika ke Kota Surabaya. Tiba di Surabaya, aku dan Ika ditampung di kediaman saudara Ika di kawasan Bratang. Selama sebulan ditampung di rumah saudaranya Ika, akhirnya aku mendapat pekerjaan sebagai SPG (sales promotion girl) sebuah produk kecantikan. Sementara, Ika diterima bekerja di sebuah restoran.
Dua bulan aku bekerja menjadi SPG lancar-lancar saja. Dan Alhamdulillah, mendapatanku lumayan besar ketimbang teman-teman SPG yang lainnya. Mungkin karena aku cantik, genit, dan pandai menawarkan produk, sehingga banyak peminat yang memilih produk yang aku tawarkan. Dua bulan bekerja, aku berkenalan dengan seorang lelaki berwajah tampan, namun usianya agak tua. Lelaki itu aku panggil dengan sebutan Om Daniel. Meskipun usia Om Daniel 45 tahun, tapi gaya penampilannya seperti ABG (anak baru gede). Usiaku dan usia Om Daniel terpaut 25 tahun.
Dari perkenalan itulah, aku dan Om Daniel begitu akrab. Tatkala aku sedang istirahat kerja, aku sering diajak Om Daniel makan siang. Kadang tiap malam aku diajak jalan-jalan dan dibelikan pakaian yang aku sukai. Lama-lama, Om Daniel mengajakku kencan ke sebuah hotel. Karena ia mengaku duda, aku pun percaya saja omongannya. Awalnya, aku nggak mau diajak kencan ke hotel. Nah, berhubung orangtuaku butuh biaya untuk mengobati penyakitnya, yakni tumor di kaki kirinya, akupun bersedia diajak Om Daniel ke hotel.
Di hotel itulah, Om Daniel mengoyak keperawananku. Saat itu, Om Daniel bersedia menanggung semuanya, jika kelak aku hamil. Omongan Om Daniel aku pegang teguh. Dan Om Daniel bersedia memberiku uang setiap aku memintanya. Terus terang, setiap kencan dengan Om Daniel, aku pasti meminta uang minimal Rp 500 ribu. Itupun, terkadang Om Daniel menambah sendiri Rp 200 ribu. Bagiku, uang sebesar itu lumayan untuk menambah jatah kiriman ke orangtuaku.
Ujung-ujungngnya, sekarang aku menyesal. Mengapa? Setelah aku hamil dan bicara apanya kepada Om Daniel, ternyata Om Daniel cuek. Om Daniel terkesan melempar tanggung jawab. Yang aku sesalkan, sejak aku hamil justru Om Daniel tidak pernah menampakkan batang hidungnya. Berkali-kali aku hubungi, ternyata nomor HP (handphone)-nya tidak pernah aktif lagi.
Kini, perutku yang semakin membuncit, membuat aku malu sendiri. Kemana lagi aku harus mengadukan nasibku? Dan bagaimana, jika keluargaku tahu kalau aku sedang hamil di luar nikah? Sungguh, aku sempat stres memikirkannya. Kini, setelah semuanya terjadi. aku menyesal seumur hidup. Aku tidak ingin membuang janin yang aku kandung ini. Bagaimanapun juga, dia adalah darah dagingku sendiri. Dan anak yang aku kandung ini tidak berdosa. (ssd)
Rabu, 30 Juni 2010
Sabtu, 26 Juni 2010
Ana, Penyanyi Dangdut Kelahiran Kediri Ingin Raih Cita-cita di Kota Pahlawan
KEHIDUPAN di dunia ini memang sanggat keras. Apalagi hidup di kota besar, seperti halnya di “Kota Pahlawan” Surabaya. Hidup di kota besar sekelas Surabaya, memang penuh tantangan dan janji yang menggiurkan. Banyak warga urban yang tinggal di Kota Surabaya hanya untuk mengais rejeki. Warga urban yang hijrah ke Kota Surabaya, rata-rata memiliki harapan sukses dalam meraih apa yang diinginkannya.
Fenomena tersebut, setidaknya tersirat dalam benak penyanyi dangdut yang miliki nama cukup pendek, Ana. “Hidup sendiri, bukan berarti tak mampu,” kata Ana, seraya memberi kesan bahwa ungkapan kata-katanya tersebut adalah semboyan hidup dirinya.
Penyanyi dangdut kelahiran Kediri, 12 Maret 1986, ini memang sedang mengadu nasib di “Kota Pahlawan” Surabaya. Bagi Ana, dirinya sengaja hijrah dari Kota Kediri ke Kota Surabaya semata-mata ingin meraih kesuksesan hidup. Yakni sukses menjadi artis dangdut.
Langkah hidup yang tempuh Ana, tidaklah berlebihan. Sebab, rekan-rekan seprofesinya sudah duluan hijrah ke Ibukota Jakarta menjadi penyanyi dangdut terkenal. “Terus terang, aku datang ke Kota Surabaya ini hanya ingin meraih kesuksesan. Dengan harapan menjadi penyanyi dangdut terkenal. Tujuanku, yaitu bisa membahagikan kedua orangtuaku dan membuat bangga seluruh keluargaku di Kota Kediri,” tutur cewek berwajah manis ini.
Diungkapkan Ana, andaikan ada orang yang mau mengajaknya menyanyi, dirinya selalu siap tampil di atas pentas. “Jika ada yang mau mengundang menyanyi, bisa menghubungi aku lewat nomor HP (handphone) 081333004997,” kata artis dangdut yang wajahnya mirip artis dangdut tenar asal Kabupaten Lamongan, Erie Susan, ini seraya menyodorkan nomor HP-nya. (bud)
Fenomena tersebut, setidaknya tersirat dalam benak penyanyi dangdut yang miliki nama cukup pendek, Ana. “Hidup sendiri, bukan berarti tak mampu,” kata Ana, seraya memberi kesan bahwa ungkapan kata-katanya tersebut adalah semboyan hidup dirinya.
Penyanyi dangdut kelahiran Kediri, 12 Maret 1986, ini memang sedang mengadu nasib di “Kota Pahlawan” Surabaya. Bagi Ana, dirinya sengaja hijrah dari Kota Kediri ke Kota Surabaya semata-mata ingin meraih kesuksesan hidup. Yakni sukses menjadi artis dangdut.
Langkah hidup yang tempuh Ana, tidaklah berlebihan. Sebab, rekan-rekan seprofesinya sudah duluan hijrah ke Ibukota Jakarta menjadi penyanyi dangdut terkenal. “Terus terang, aku datang ke Kota Surabaya ini hanya ingin meraih kesuksesan. Dengan harapan menjadi penyanyi dangdut terkenal. Tujuanku, yaitu bisa membahagikan kedua orangtuaku dan membuat bangga seluruh keluargaku di Kota Kediri,” tutur cewek berwajah manis ini.
Diungkapkan Ana, andaikan ada orang yang mau mengajaknya menyanyi, dirinya selalu siap tampil di atas pentas. “Jika ada yang mau mengundang menyanyi, bisa menghubungi aku lewat nomor HP (handphone) 081333004997,” kata artis dangdut yang wajahnya mirip artis dangdut tenar asal Kabupaten Lamongan, Erie Susan, ini seraya menyodorkan nomor HP-nya. (bud)
“Om, Kini Aku Hamil”
SIANG itu, Melati (nama samaran) sedang menonton acara Jelang Siang yang ditayangkan Transtv. Di saat asyik menonton acara Jelang Siang, tanpa disadari tangan kanan Melati mengelus-ngelus perutnya yang kian membuncit. Cewek berusia 20 tahun yang kini tinggal di rumah kos-kosan di kawasan Wonokromo tersebut, memang sedang mengandung janin empat bulan. Siapa yang menghamili Melati? Inilah pengakuan Melati yang disajikan khusus untuk rubrik Pernik Kehidupan:
Aku terlahir dari keluarga miskin di sebuah desa di wilayah Kabupaten Blitar. Bapakku bekerja sebagai buruh tani, sedangkan ibuku hanyalah ibu rumah tangga biasa. Di lingkungan keluargaku, aku adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Kedua adikku masih sekolah semua.
Awal ceritaku, setelah lulus SMA tahun 2009 lalu, sebenarnya aku ingin bekerja menjadi TKI (Tenaga Kerja Indonesia ) ke Hongkong. Karena kedua orangtuaku tidak mengijinkan, akhirnya aku memilih mencari pekerjaan ke Kota Surabaya. Harapanku saat itu, kalau aku mendapat pekerjaan, tentunya beban kedua orangtuaku tidak berat. Dari hasilku bekerja, bisa membantu menyekolahkan kedua adikku.
Nah, secara kebetulan, Ika, temanku semasa SMP mengajakku bekerja ke Kota Surabaya. Setelah orangtuaku menginjinkan, akupun berangkat dengan Ika ke Kota Surabaya. Tiba di Surabaya, aku dan Ika ditampung di kediaman saudara Ika di kawasan Bratang. Selama sebulan ditampung di rumah saudaranya Ika, akhirnya aku mendapat pekerjaan sebagai SPG (sales promotion girl) sebuah produk kecantikan. Sementara, Ika diterima bekerja di sebuah restoran.
Dua bulan aku bekerja menjadi SPG lancar-lancar saja. Dan Alhamdulillah, mendapatanku lumayan besar ketimbang teman-teman SPG yang lainnya. Mungkin karena aku cantik, genit, dan pandai menawarkan produk, sehingga banyak peminat yang memilih produk yang aku tawarkan. Dua bulan bekerja, aku berkenalan dengan seorang lelaki berwajah tampan, namun usianya agak tua. Lelaki itu aku panggil dengan sebutan Om Daniel. Meskipun usia Om Daniel 45 tahun, tapi gaya penampilannya seperti ABG (anak baru gede). Usiaku dan usia Om Daniel terpaut 25 tahun.
Dari perkenalan itulah, aku dan Om Daniel begitu akrab. Tatkala aku sedang istirahat kerja, aku sering diajak Om Daniel makan siang. Kadang tiap malam aku diajak jalan-jalan dan dibelikan pakaian yang aku sukai. Lama-lama, Om Daniel mengajakku kencan ke sebuah hotel. Karena ia mengaku duda, aku pun percaya saja omongannya. Awalnya, aku nggak mau diajak kencan ke hotel. Nah, berhubung orangtuaku butuh biaya untuk mengobati penyakitnya, yakni tumor di kaki kirinya, akupun bersedia diajak Om Daniel ke hotel.
Di hotel itulah, Om Daniel mengoyak keperawananku. Saat itu, Om Daniel bersedia menanggung semuanya, jika kelak aku hamil. Omongan Om Daniel aku pegang teguh. Dan Om Daniel bersedia memberiku uang setiap aku memintanya. Terus terang, setiap kencan dengan Om Daniel, aku pasti meminta uang minimal Rp 500 ribu. Itupun, terkadang Om Daniel menambah sendiri Rp 200 ribu. Bagiku, uang sebesar itu lumayan untuk menambah jatah kiriman ke orangtuaku.
Ujung-ujungngnya, sekarang aku menyesal. Mengapa? Setelah aku hamil dan bicara apanya kepada Om Daniel, ternyata Om Daniel cuek. Om Daniel terkesan melempar tanggung jawab. Yang aku sesalkan, sejak aku hamil justru Om Daniel tidak pernah menampakkan batang hidungnya. Berkali-kali aku hubungi, ternyata nomor HP (handphone)-nya tidak pernah aktif lagi.
Kini, perutku yang semakin membuncit, membuat aku malu sendiri. Kemana lagi aku harus mengadukan nasibku? Dan bagaimana, jika keluargaku tahu kalau aku sedang hamil di luar nikah? Sungguh, aku sempat stres memikirkannya. Kini, setelah semuanya terjadi. aku menyesal seumur hidup. Aku tidak ingin membuang janin yang aku kandung ini. Bagaimanapun juga, dia adalah darah dagingku sendiri. Dan anak yang aku kandung ini tidak berdosa. (ssd)
Langganan:
Postingan (Atom)